Tinjauan Yuridis terhadap Perkawinan “Colong” Suku Adat Osing Banyuwangi dalam Perspektif Hukum Pidana
Abstract
Perkawinan colong, atau yang dikenal juga sebagai pernikahan bawa lari atas dasar tanpa izin orang tua atau pernikahan diam-diam, menjadi fenomena sosial yang menarik untuk diteliti dalam konteks perkembangan masyarakat modern. Abstrak ini membahas praktek perkawinan colong, serta pandangan hukum dan moral terhadap praktik ini. Dari uraian di atas dapat di tarik persoalan yaitu apakah praktik perkawinan colong tidak melanggar akan hukum pidana yang sesuai dengan Pasal 332 ayat 1 dan 2 dan pasal 328 KUHP.
Metode Penelitian yang digunakan ialah kepustakaan dengan tipe yuridis normatif empiris dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber literatur, penelitian empiris serta studi kasus.
Respons hukum terhadap perkawinan colong berfariasi di berbagai yurisdiksi, dengan beberapa negara menerapkan hukuman pidana sedangkan yang lain lebih mengedepankan pendekatan pencegahan dan konseling. Respons moral dari masyarakat dapat berkisar dari penolakan keras hingga pemahaman yang lebih empatik terhadap alasan di balik keputusan tersebut, karna dapat di ketahui bahwa perkawinan colong juga termasuk dalam perkawinan adat masyarakat tertentu.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa Banyak orang berfikir bahwa hukum adat adalah hukum yang terbelakang, padahal ternyata hukum adat telah mampu menggali kebiasaan-kebiasaan masyarakat masa lalu yang kemudian pengaruhnya pada sistem hukum yang ada sekarang, Asalkan tidak menyimpang dari norma hukum yang ada, Sebab hukum adat ibaratkan sumbu dari kelahiran segala hukum, karna hukum adat lahir dari kebiasaan pribadi hingga kelompok dan menjadi tradisi yang diadatkan kemudian dipatuhi. Implementasinya diwujudkan dalam hukum tertulis yang kita kenal sekarang ini, dan hukum adat juga dapat menjadi perantara untuk mengetahui perilaku masyarakat pada masa yang akan datang.
