Ratio Decidendi Hakim terhadap Nasab Anak Luar Nikah serta Implementasinya (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010)
Abstract
Pada Tanggal 17 Februari 2012 Mahkamah Konstitusi mengabulkan tuntutan Hj. Aisyah Mochtar alias Machica Mochtar yang mengajukan judicial review terhadap Pasal 34 Ayat (1) Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menikah dengan Moerdiono secara Islam, tetapi tidak di catatkan, sehingga lahirlah anak laki- laki bernama Iqbal Ramadhan dari pernikahan tersebut. Maka pasca putusan tersebut, status anak luar nikah yang awalnya hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya saja, sekarang bisa juga memiliki hubungan perdata dengan ayah dan keluarga ayahnya, dan ini juga belaku bukan hanya untuk anak yang lahir dari pernikahan yang tidak di catatkan saja akan tetapi juga berlaku paada anak yang dilahirkan dari seorang laki laki dan perempuan yang tidak memiliki ikatan pernikahan di dalamnya, yang bisa di buktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat bukti lain yang menurut hukum bisa menunjukkan si anak memiliki hubungan darah dengan ayahnya seperti Tes DNA. Sedangkan anak yang dilahirkan dari seorang laki laki dan perempuan yang tidak memiliki ikatan pernikahan di dalamnya mereka juga berhak atas hal tersebut seperti perlindungan hak perdata baik dalam nafkah, Pendidikan dan yang lain namun tidak dengan masalah perwalian.Sedangkan dalam Ratio Decidendi atau biasa disebut pertimbangan hukumnya Maahkamah Konstitusi menyatakan bahwa hukum harus memberi perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status anak yang dilahirkan dan hak-hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan meskipun keabsahan pernikahannya masih dipersengketakan. Penghapusan perlakuan diskriminatif terhadap anak luar nikah tentu akan memberikan nilai kebaikan bagi masa depan anak. Kewajiban alimentasi yang selama ini hanya dipikul sendirian oleh seorang ibu, maka pasca putusan MK, berganti dipikul bersama si bapak yang dapat dibuktikan memiliki hubungan darah dengan sang anak. Sehingga jika lalai pada kewajiban terhadap anaknya maka ia dapat digugat ke pengadilan, lalu bagaimanakah pengimplementasian Putusan MK tersebut terhadap pengakuan nasab anak yang lahir di luar pernikahan yang sah tersebut.
